Cabai rawit setan bukan sekadar istilah hiperbola untuk menunjukkan kepedasan — di banyak daerah Indonesia nama ini merujuk pada varietas rawit yang memiliki tingkat kepedasan sangat tinggi, warna menyala, dan buah kecil memanjang yang tahan panen. Sejarah masuknya varietas rawit berbuah sangat pedas ini beriringan dengan perjalanan cabai ke Nusantara sejak era kolonial: cabai (Capsicum spp.) asal Amerika menyebar cepat ke Asia dan mengalami adaptasi lokal sehingga muncullah puluhan varietas lokal dan hasil persilangan modern yang kemudian populer sebagai “rawit setan”. Di banyak pasar tradisional nama ini juga dipakai secara generik untuk menyebut rawit yang “sangat pedas”.
Perkembangan varietas cabai rawit setan di Indonesia didorong oleh permintaan konsumen untuk cabai dengan cita rasa pedas tajam dan produktivitas yang baik. Lembaga penelitian nasional, pembibit swasta, dan petani skala rumah tangga telah melakukan seleksi dan pemuliaan untuk mendapatkan kombinasi buah kecil, jumlah kapsaisin tinggi (senyawa penyebab pedas), ketahanan terhadap penyakit, serta hasil per tanaman yang memadai. Selain itu, kehadiran varietas hibrida dari perusahaan benih juga mempercepat tersebarnya bibit dengan sifat seragam — memudahkan pemasaran dan panen mekanis/bergilir.
Dalam hal budidaya, rawit setan umumnya dipelihara hampir sama dengan rawit biasa, tetapi ada beberapa catatan praktis: tanaman umumnya kompak, berbuah banyak dalam ukuran kecil, dan lebih peka terhadap kekurangan air saat pembentukan buah (yang memengaruhi ukuran dan tingkat kepedasan). Di Indonesia, budidaya rawit setan bisa dilakukan di pekarangan, greenhouse sederhana, maupun ladang terbuka — dengan pengaturan jarak tanam, pemupukan seimbang (NPK + mikro), pengairan teratur, serta pengendalian hama penyakit (seperti thrips, kutu daun, dan layu bakteri) agar produksi optimal. Musim tanam bisa bergilir sepanjang tahun di banyak wilayah tropis selama ketersediaan air terjaga.
8 Hal Penting Tentang Cabai Rawit Setan
Ciri fisik utama
Buah biasanya kecil (panjang 2–5 cm), runcing, dan berwarna merah atau hijau menyala saat masak. Bunganya kecil dan tandan buah cenderung padat.
Tingkat kepedasan
Banyak varietas rawit setan memiliki skor Scoville (Skala kepedasan) yang lebih tinggi dibanding rawit biasa — artinya kandungan kapsaisin relatif besar sehingga rasa pedas terasa “menonjol”.
Varietas populer
Selain varietas lokal yang dinamai berbeda di tiap daerah, ada juga varietas hibrida komersial yang dipasarkan untuk produktivitas dan ketahanan. (Nama spesifik varietas bisa berbeda antar penyuluh/pembibit.)
Teknik tanam yang direkomendasikan
Tanam media gembur dan drainase baik.
Jarak tanam sekitar 30–50 cm (baris 40–60 cm) untuk memaksimalkan buah per tanaman.
Pemupukan dasar dan susulan saat pembentukan buah; perhatikan pupuk organik untuk memperbaiki tekstur tanah.
Pengendalian hama dan penyakit
Hama umum: thrips, kutu putih, ulat, dan lalat buah. Penyakit: layu, bercak daun, dan busuk buah. Pengendalian terpadu (IPM) — sanitasi, rotasi tanaman, penggunaan musuh alami, dan hanya menggunakan insektisida/ fungisida jika diperlukan — paling ramah lingkungan.
Panen dan pascapanen
Panen dipetik saat buah berwarna penuh (merah atau sesuai varietas). Rawit kecil masak cepat sehingga panen bisa dilakukan berulang setiap beberapa hari. Penyimpanan singkat di suhu ruang; untuk penyimpanan lebih lama gunakan pendinginan/ruang sejuk atau pengeringan.
Manfaat kuliner dan industri
Dipakai segar untuk sambal, acar, dan bumbu masakan pedas; juga diolah menjadi bubuk cabai, minyak cabai, atau ekstrak kapsaisin untuk industri makanan dan farmasi.
Nilai ekonomi
Karena permintaan konsisten dari rumah tangga, restoran, dan pabrik sambal, budidaya rawit setan skala kecil hingga menengah dapat memberi margin yang baik—terutama bila petani mampu memasok kualitas seragam dan menyediakan pengemasan/akses pasar yang baik.
Penutup
Cabai rawit setan adalah contoh bagaimana kebutuhan rasa lokal (kepedasan kuat) mendorong adaptasi dan pemuliaan tanaman di Indonesia. Bagi petani, varietas ini menawarkan peluang ekonomi jika dipadukan praktik budidaya yang tepat: pemilihan bibit unggul, manajemen hama penyakit yang bijak, dan akses pasar. Bagi konsumen, rawit setan terus menjadi bahan pokok yang memperkaya citarasa masakan Nusantara.
Sumber:
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA).
“Teknologi Budidaya Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.).”
https://balitsa.litbang.pertanian.go.id/
(Membahas varietas unggul cabai rawit, teknik budidaya, serta pengendalian hama penyakit terkini.)
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Deskripsi Varietas Cabai Unggul Nasional.
https://pertanian.go.id
(Menjelaskan daftar varietas cabai resmi yang dilepas pemerintah, termasuk beberapa varietas rawit dengan tingkat kepedasan tinggi.)
FAO (Food and Agriculture Organization).
Good Agricultural Practices for Chili Pepper Production in Southeast Asia.
https://www.fao.org/3/i6712e/i6712e.pdf
(Panduan internasional tentang teknik budidaya cabai yang berkelanjutan dan aman untuk ekspor.)
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (PUSDATIN).
Outlook Komoditas Pertanian: Cabai.
https://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/
(Memberikan data produksi, permintaan pasar, serta proyeksi harga cabai di Indonesia.)
Jurnal Hortikultura Indonesia (IPB Press).
Contoh artikel: Analisis Kandungan Kapsaisin pada Beberapa Varietas Cabai Rawit di Indonesia.
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi
(Studi ilmiah tentang tingkat kepedasan dan karakteristik morfologi beberapa varietas cabai rawit, termasuk yang dikenal sebagai “rawit setan.”)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
“Panduan Praktis Budidaya Cabai Rawit di Lahan Tropis.”
https://jatim.litbang.pertanian.go.id/
(Berisi praktik lapangan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen cabai rawit.)